Loading...

KISAH NABI MUHAMMAD SAW #7

Bagian 7

Pada saat ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut campur dan terjadilah peristiwa 
besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan 
dengan dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang semata-mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.

Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahwa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.

Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan ruhaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang mati. 

Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan hal itu? Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan hatinya. Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta:

"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143)

Namun Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta.Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk dipahami atau diselami kedalamannya oleh para tokoh pecinta dan cintanya tersebut bukan termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT. 

Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: 

"Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli dengan mereka."

Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang beliau khawatirkan adalah kemarahan Allah SWT.

Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang paling sempurna.

Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizat yang tujuannya adalah menghormati kepribadian Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali didukung oleh berbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan para nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk akhir dari aktifitas mereka di muka bumi.

Ini adalah kali pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke langit dengan jasadnya dan ruhaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai macam tantangan dan cobaan yang biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronot pertama yang mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat ditembus oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad saw, namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak al-Muntaha.

Beliau sampai pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam gaib. Bukankah surga bagian dari alam gaib? Beliau sampai di surga. Allah SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeda dalam Al-Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)

Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauiya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)

Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya mengucur; beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang kafir dan orang-orang musyrik memandang beliau dengan pandangan kebencian saat beliau bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusuk itu lalu Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran Tuhannya.

Di suatu rumah yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di Makkah, Nabi saw sedang tidur dan datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya. 

Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau melihat sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung dan mempunyai sayap seperti burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat. Karena itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang kendaraan luar angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak heran dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya tentang semua itu karena kita mempunyai satu jawaban dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah.

Para ulama beselisih pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan ruh saja atau dengan ruhani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahwa itu terjadi dengan ruh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada perselisihan akal dan terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau logika kemanusiaan. Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana Rasulullah saw naik berserta ruh dan fisiknya ke puncak segala puncak di langit kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang belum pernah mengenal?

Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya di atas gunung Makkah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.

Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para malaikat memberinya suatu bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain yang di dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya. Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau  telah memilih fltrah dan umatmu akan memilih fitrah.

Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu salat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi imam salat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk salat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan salat bersama para nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang Muslim yang pertama. Secara logis bahwa beliau layak menjadi imam dari para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau menangis saat membacanya. Kekhusukan beliau saat membacanya membuat para nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka, pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud.

Selesailah waktu salat dan para nabi membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di 
dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama lalu beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat ruhani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat dan dipuncak ruhani dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat.

Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui kedudukan Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya dan melampaui alam ruhani. Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha. Beliau sampai di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya bahkan membayangkannya:

"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya 
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidnk (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)

Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahwa terjadilah hal penting di sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya karena ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.

Kemudian Tuhan pemilik surga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali ini beliau melihat Jibril yang berada di belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi saksikan ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia merupakan tanda kebesaran Allah SWT yang Allah SWT janjikan untuk diperlihatkan kepadanya:

Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)

Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu dengan jasadnya dan ruhaninya:

"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)

Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi. Beliau semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai beliau berdiri di hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim yang paling sempurna itu bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil berkata: 

"Sungguh penghormatan dan keberkatan serta shalawat yang baik tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah SWT yang saleh."

Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan tahiyat (penghormatan) yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan salat pada setiap hari. Salat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan yang besar ini. Hal populer di kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahwa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh salat sehari. Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya tentang jumlah salat yang diwajibkan Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahwa Allah SWT telah menentukan lima puluh kali salat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk melakukan salat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar Dia meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan salat hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga sampai diturunkan salat dari lima puluh kali menjadi lima kali sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama dengan salat yang lima puluh kali.

Menurut hemat kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.

Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak dapat dipahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al-Karim sengaja tidak mcnyebutkan apa saja yang dilihat oleh Nabi karena itu mernpakan rahasia antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan kcpadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahwa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya. 

Kami tidak mengetahui apa yang dilihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan adalah, bahwa Nabi bersujud dengan khusuk di hadapan Tuhannya dan beliau menangis karena gembira. Kesedihan hatinya telah hilang selamanya. Setelah Nabi melihat rahasia dan setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali sementara tempat tidumya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang kita ketahui adalah, bahwa Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.

Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga berimanlah orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang mendustakannya. Namun beliau tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh kesabaran.


BERSAMBUNG... Baca lanjutan kisahnya DISINI

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KISAH NABI MUHAMMAD SAW #7"

Post a Comment