Loading...

RINJANI TREKKING-Menabur Benih Timun dan Bokah #2

Ini lanjutan cerita pendakian seru banget. Kemarin ceritanya samapai pada sang mangku yang ngotot mau nginap di pos dan ga mau jalan malam. Selengkapnya baca DI SINI

Yah.. seperti itulah. Kami harus Voting untuk menentukan antra nginap atau lanjut jalan. Dan akhirnya.....

Bang Jowet menang dengan dua suara, aku satu, suaraku sendiri sedangkan Hasbi abstain. Hatiku sudah agak tidak nyaman, tapi voting sudah dilaksanakan dan aku kalah! Begitulah demokrasi dalam pendakian.
Kami akan menginap di area Bunut Ngengkang.
Finally, sekira pukul 20.15 kami sampai di pos ekstra. Barangpun dibongkar, tenda didirikan, perapian dinyalakan, masak makan malam. Sesudah itu bersiap untuk istirahat.
Benih timun dan bokah mulai ditebar!
Bang Jowet mulai mengungkit cerita-cerita tentang Bunut Ngengkang. Mba Ika sesekali menyahut : masa sih… kata-kata itu ku dengar sampai beberapa kali. Aku diam saja, sibuk dengan pikiran sendiri, sambil membenahi sleeping bag, siapa tahu bisa tidur dengan agak nyaman. Tapi harapan tinggallah harapan. Kenakalan bang Jowet sudah mulai nampak. Di sela cerita-cerita tentang Bunut Ngengkang bang Jowet memperparah keadaan dengan tembakan-tembakan gas beracun yang baunya memenuhi tenda. Aku berfikir dalam hati : inikah yang disebut dengan istilah nimun? Entahlah. Aku mencoba untuk menikmati malam dengan rasa galau.
Tiba-tiba sunyi mencekam. Hmmmm… aku yakin memang benar benih timun dan bokah sudah mulai ditebar. Kupejamkan mata sambil diiringi suara binatang malam sambil berfikir tentang timun dan bokah.

Senin pagi 27 Juni 2011.
Bangun pagi-pagi. Malam telah kami lalui dengan aman. Tinggal melanjutkan pendakian. Sang mangku menargetkan hari ini harus sampai ke Danau Segara Anak. Packing barang sambil masak sarapan (mungkin ada juga yang sedang menambah stok benih timun dan bokah :D).
Setelah matahari agak tinggi kamipun melanjutkan pendakian. Target sampai ke Danau Segara Anak harus terpenuhi, walaupun ini pendakian tanpa target. Semangat pagi. Urutannya seperti biasa, bang Jowet paling depan, disusul mba Ika, kemudian aku dan Hasbi. Jarak antara kami agak lebar sehingga kami yang di belakang tidak bisa mendengar percakapan yang di depan.
Sekira jam 11.30 kami sampai di pos II. Kami istirahat untuk makan siang dan mengisi air. Saat itu hanya kami berempat di sana. Selang beberapa waktu beberapa rombongan pendaki yang mau naik dan turun mulai berdatangan. Pos II jadi ramai. Seperti tak mau membuang waktu, setelah makan siang dan mengisi air, sang mangku segera menginstruksikan agar kami segera melanjutkan perjalanan. Nanti kita istirahat lagi di pos III.. katany dengan semangat. Kami mengiyakan. Segera kami berbenah dan melanjutkan perjalanan agar kami segera sampai ke Danau Segara Anak.
Saat perjalanan dari pos II inilah kami bertemu dengan orang yang dititipi obat dan senter. Dia terlihat baik-baik saja kok. Ga ada tanda-tanda kalo dia lagi sakit.
Terima kasih ya mas Hadeuh sakit saya jadi hilang saat melihat Segara Anak ucapnya
Bener mas, memang kemarin saya sakit tapi saya bertekad supaya sampai ke Segara Anak, dan benar saja..Sakit saya hilang begitu melihat segara anak. Puas saya mas. Katanya lagi berapi-api.
Terlalu berlebihan sahutku dalam hati. Masak sih ngeliat Segara Anak aja langsung sembuh sakitnya. Ada-ada saja.
Di saat yang bersamaan aku juga mu;ai menyadari kalau kami berjalan terlalu lamban. Sebenarnya bukan lamban, tapi terlalu sering istirahat. Selalu ada alasan untuk berhenti. 
Pendakian tanpa targetlah, ketemu sama teman lama dan diajak ngobrollah, punggung yang pegallah, pemandangan yang indahlah, beban yang terlalu berat..lah dan seabreg alasan hanya supaya kami berhenti... berhenti dan berhenti. 
Dasar timun..! 
Aku mulai sangsi kalau hari ini akan bisa nyampe ke Segara Anak. Sementara kami berjalan seperti siput, waktu tak mau menunggu. Saat sampai di Pos III sudah sore. Disini sang mangku menyatakan : Kita akan menginap disini malam ini… Ternyata benar. Target sampai ke Segara Anak jauh dari harapan. Kami hanya sampai pos III.
Pelan-pelan, yang penting kan kita sampai kata sang mangku sambil mendirikan tenda.
Iyakita akan sampai bang tapi kapannnn jawabku sambil bongkar barang. Sang mangku malah menjawab dengan tawa lebar khas bang Jowet. Aku cengengesan aja.
Begini ya.. kalo kita lanjutkan perjalanan sekarang paling banter kita hanya akan sampai ke Plawangan kata bang Joet. Dan aku tidak pernah berfikir untuk mau menginap di Pelawangan Senaru. Jadi ya aku ngikut aja, ketimbang hanya sampai pelawangan ya enakan di sinilah pikirku.
Sebelum berangkat tidur seperti biasa bang Jowet dengan segala cara berusaha supaya bisa menembakkan gas beracunnya di sela-sela cerita timunnya yang kadang tidak masuk akal. Tapi kali ini sepertinya ada tembakan balasan dari tenda sebelah diiringi suara si Hasbi yang ngomel-ngomel. Wadowh…ampun deh bauuu…. teriak Hasbi sambil bergegas keluar tenda. Woow Entah doktrin sesat apa yang sudah diterima mba Ika dari bang Jowet selama perjalanan. Menurutku benih timun sudah mulai bersemi di kepalanya. Jadilah malam itu kami saling tembak dengan gas beracun. Sampai ngantuk membawa kami terlelap.
Tumben naik gunung nginap di hutan dua malam.
Mungkin pengaruh timun dan bokah...

Bersambung ...

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "RINJANI TREKKING-Menabur Benih Timun dan Bokah #2"

Post a Comment