Loading...

KISAH NABI ISA AS #3

Bagian 3 Bagian 1 | Bagian 2 Bagian 4 | Bagian 5 | Bagian 6 |

Di tengah-tengah suasana kebodohan pemikiran yang luar biasa ini, juga terdapat sikap keras kepala dan kejumudan berpikir yang mengelilingi kaum Yahudi. Terdapat tujuh tingkat kesucian dan dua puluh enam salat yang harus mereka lakukan saat mereka membasuh tangan sebelum memakan makanan, namun mereka menganggap bahwa meniadakan pembacaan salat-salat sebagai bentuk pembunuhan terhadap jiwa dengan cara bunuh diri dan tercegah dari kehidupan abadi. Demikianlah kekerasan sikap masyarakat Yahudi yang menunjukkan bahwa moral mereka telah rusak dan dipenuhi dengan kemunafikan yang tiada taranya.

Sementara itu, Isa berjalan menuju tempat beribadah. Orang-orang berjalan di sekelilingnya. Mereka tampak membanggakan pakaian-pakaian yang berwarna dan berharga sedangkan Isa berjalan dengan memakai baju putih dan menampakkan kezuhudannya. Rambut Isa tampak lembut yang mencapai kedua bahunya dan tampak ia basah terkena air awan yang menurunkan gerimis. Kemudian kedua kakinya berjalan di atas tanah sehingga tanah itu dipenuhi dengan bau harum yang tidak diketahui sumbernya. Baju yang dipakai oleh Isa terbuat dari bulu domba yang sangat sederhana dan kasar. Meskipun hari itu hari Sabtu, Isa memetik buah di suatu kebun dan mengambil dua buah yang beliau berikan kepada anak kecil yang fakir dan lapar. Tindakan semacam ini menurut kepercayaan Yahudi dianggap sebagai tindakan yang menentang agama Yahudi.

Isa mengetahui bahwa menjalankan agama yang hakiki bukan terletak pada ketaatan eksternal sementara hati jauh dari sikap rendah diri. Oleh karena itu, Isa mencabut buah dan memberikan makan kepada manusia pada hari Sabtu. Beliau menyalakan api untuk wanita-wanita tua sehingga mereka tidak mati kedinginan. Isa sering mengunjungi tempat sesembahan orang Yahudi. Isa berdiri di dalamnya dan mengamati para pendeta dan manusia yang hilir mudik di sekitarnya. Sesampainya Isa di tempat sembahan, ia berdiri di dalamnya. Isa mengamat-amati apa yang ada di dalamnya. Dinding-dinding tempat beribadah itu terbuat dari kayu gahru yang memiliki bau yang harum. Di samping itu, terdapat kelambu-kelambu yang terbuat dari kain-kain yang mengagumkan yang dicampur dengan emas. Juga terdapat lampu-lampu yang terulur dari atap dan juga ada lilin-lilin yang memenuhi ruangan dengan cahaya. Meskipun demikian, kegelapan menyelimuti hati orang-orang yang ada di situ. 

Nabi Isa berdiri cukup lama di tempat penyembahan itu. Setiap kali ia memutarkan wajahnya, ia mendapati para pendeta di sana. Terdapat dua puluh ribu pendeta. Nama-nama mereka tercatat dalam haikal. Mereka adalah kaum Waliyun yang memakai saku-saku yang besar yang di dalamnya ada kitab-kitab syariat. Sedangkan kaum Farisiun, mereka memakai pakaian yang lebar yang sisi-sisinya tertenun dengan emas. Mereka adalah pembantu haikal yang resmi dengan memakai baju-baju mereka yang putih. Adapun kaum Shaduqiyun adalah kelompok para pendeta aristokrat yang bersekutu dengan penguasa di mana mereka memperoleh kekayaan melalui persekutuan ini. 

Nabi Isa memperhatikan bahwa jumlah pengunjung haikalita lebih sedikit daripada jumlah para pendeta dan para tokoh agama. Tempat penyembahan itu dipenuhi dengan kambing dan merpati yang dibeli oleh para pengunjung tempat penyembahan itu. Mereka menyerahkannya sebagai kurban kepada Allah. Yaitu kurban yang disembelih di dalam tempat persembahan di atas tempat penyembelihan. Alhasil setiap langkah yang diayunkan oleh para pejalan di tempat penyembahan itu akan menghasilkan uang.
Di tempat penyembahan Yahudi itulah tersingkap hakikat kehidupan kaum Yahudi. Nilai satu-satunya yang disembah oleh manusia di zaman itu adalah uang. Jadi, kemewahan materi atau kekayaan adalah nilai satu-satunya yang karenanya manusia akan bergulat satu sama lain. Dalam hal itu, tidak ada perbedaan antara tokoh-tokoh pembawa ajaran syariat dengan manusia-manusia biasa. Kaum Shaduqiyun dan kaum Farisiun bekerja sama di antara mereka di dalam haikal itu seakan-akan mereka di dalam suatu pasar di mana mereka memanfaatkannya untuk diri mereka dengan terus mencari kurban-kurban di dalamnya. Seringkali kaum Shaduqiyun dan Farisiun berseteru dalam persoalan syariat dan hukum. Demikian juga, mereka berseteru dalam menentukan kurban yang harus mereka raih di haikal itu. 

Kaum Farisiun berpendapat bahwa hewan-hewan kurban itu harus dibeli dari harta haikal sedangkan kaum Shaduqiyun menganggap bahwa harta dari haikal adalah hak mereka. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa hewan kurban itu harus dibeli dengan jumlah tersendiri. Begitu juga kaum Farisiun mewajibkan untuk membakar hewan yang disembelih di atas tempat penyembahan, sedangkan kaum Shaduqiyun mereka mengambil hewan sembelihan ini untuk diri mereka sendiri.

Di dalam Talmud disebutkan bahwa kaum Shaduqiyun menjual merpati di toko-toko mereka yang mereka miliki. Mereka sengaja memperbanyak kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya untuk mengorbankan burung-burung merpati sehingga harga seekor burung merpati saja mencapai beberapa Dinar. Melihat hal itu, salah satu tokoh Farisiun yaitu Sam’an bin Amlail mengeluarkan fatwa yang intinya mengurangi kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya seseorang menyerahkan merpati sebagai kurban. Setelah itu, harga burung cuma mencapai seperempat Dinar. Pergulatan antara kedua kelompok itu mendatangkan pukulan berat bagi pemilik toko yang menyimpan burung merpati terutama anak-anak dari kepala pendeta.

Nabi Isa memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya; Nabi Isa melihat kaum fakir yang tidak mampu membeli hewan kurban sehingga mereka tidak mampu berkurban; Nabi Isa melihatbagaimana para pendeta memperlakukan mereka dan memangsa mereka seperti serigala yang buas. Nabi Isa berpikir di dalam dirinya, mengapa binatang-binatang itu mereka bakar lalu dagingnya menjadi asap di udara, padahal di sana terdapat ribuan kaum fakir yang mati kelaparan? 

Mengapa mereka mengira bahwa Allah SWT ridha ketika tempat penyembelihan dilumuri dengan darah, lalu hewan kurban itu dibawa ke rumah-rumah para pendeta dan toko-toko mereka untuk dijual? Mengapa orang-orang fakir banyak berhutang dan mengeluarkan banyak uang untuk membeli binatang-binatang kurban? 

Mengapa binatang-binatang kurban itu harus dimiliki dan hanya dirawat oleh para pendeta lalu apa yang mereka lakukan dengan uang-uang ini? Lalu, di manakah tempat orang-orang fakir di haikal itu? Bukankah hal yang aneh ketika seseorang memasuki rumah dengan keharusan membawa uang?

Nabi Isa pergi dari tempat penyembahan itu dan ia meninggalkan kota menuju gunung. Dada Nabi Isa dipenuhi dengan kecemburuan yang suci terhadap yang Maha Benar. Wajahnya tampak semakin pucat ketika melihat berbagai macam kejahatan memenuhi dunia. Nabi Isa berdiri di atas sebuah bukit dan beliau mulai melakukan salat. Tetesan-tetesan air mata mulai berlinang dari pipinya dan jatuh ke bumi. Nabi Isa mulai merenung dan menangis. Di sana terdapat bunga yang nyaris mati karena kehausan lalu ketika ia mendapatkan tetesan air mata al-Masih, maka bunga itu mekar kembali dan mendapatkan kehidupan. Tetesan air mata al-Masih menyelamatkannya, sebagaimana beliau akan menyelamatkan manusia dengan dakwahnya. Di malam yang penuh berkah ini pula, dua orang Nabi yang mulia meninggalkan bumi, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Kedua Nabi itu dibunuh oleh penguasa. Sejak kepergian mereka berdua, bumi kehilangan banyak dari kebaikan. Pada malam itu juga, turunlah wahyu kepada Isa bin Maryam. Allah SWT memutuskan perintah-Nya agar ia memulai dakwahnya.

Nabi Isa menutup lembaran halus dari kehidupannya yaitu lembaran yang penuh dengan tafakur dan ibadah. Beliau memulai perjalanannya yang berat dan penuh tantangan serta penderitaan: beliau mulai berdakwah di jalan Allah SWT; beliau mulai membangun kerajaan yang tegak berdasarkan kerendahan hati dan cinta. Kerajaan yang penguasanya bertujuan untuk membebaskan dan menyucikan ruh. Kerajaan yang memancarkan sikap rendah diri dan cinta. Nabi Isa ingin menyelamatkan ruhani. Ajaran Nabi Isa berdasarkan keimanan terhadap hari kiamat dan kebangkitan. Nilai-nilai dan pemikiran tersebut tidak ditemukan dalam kehi-dupan orang-orang Yahudi.

Syariat Musa menetapkan pemberlakuan hukum qisas: barangsiapa yang memukulmu di pipi sebelah kananmu, maka pukullah pipi sebelah kanannya. Lalu bagaimanakah orang-orang Yahudi menerapkan hukum qisas tersebut? Jika yang dipukul mampu untuk menghancurkan rumah orang yang memukul, maka ia tidak perlu merasa puas hanya sekadar memukul pipi sebelah kanannya, namum jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia memukul pipi sebelah kanannya. Namun boleh jadi hatinya dipenuhi dengan dendam karena ia tidak dapat menghancurkan rumahnya.

Jadi, kebencian adalah pelabuhan tempat bersinggahnya syariat Musa. Meskipun beliau adalah seorang Nabi yang merupakan cermin cinta Ilahi yang besar namun syariatnya kini berada di bawah kekuasaan hati-hati yang mati, yaitu hati-hati yang penuh dengan dendam dan kebencian. Lalu, apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap semua ini? 

Allah SWT telah mengutusnya dan memperkuat Taurat yang dibawa oleh Musa sebagaimana Allah SWT menurunkannya kepada Musa. Jadi, seorang nabi tidak menghancurkan tugas nabi sebelumnya. Para nabi bagaikan satu mata rantai yang tujuannya adalah satu, yaitu menciptakan kesucian dan mempertahankan kebenaran serta mengesakan Allah SWT.

Kemudian apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap syariat qisas cersebut? Yang jelas, tindakan yang dilakukkan oleh Nabi Isa murni dari ilham yang didapatnya dari Allah SWT. Nabi Isa mengem-balikan kaum kepada tujuan asli dari syariat. Nabi Isa mengembalikan mereka kepada hikmah syariat yang asli. Nabi Isa mengembalikan mereka kepada cinta. Nabi Isa tidak mengatakan sesuatu pun kepada orang yang memukul pipi sebelah kanannya. Nabi Isa tidak berusaha untuk memukul pipi sebelah kanannya. Al-Masih justru akan membalikkan pipi sebelah kirinya. Inilah syariat Nabi Isa yang tidak berbeda sedikit pun dengan syariat Nabi Musa. Ia merupakan kedalaman yang mengagumkan dari kedalaman syariat Nabi Musa. Nabi Isa ingin menetapkan kepada kaum di sekelilinginya tentang sesuatu yang penting. Nabi Isa ingin memberitahu mereka bahwa syariat bukan mengajari kalian untuk meletakkan dendam pada diri kalian lalu kalian memukul lawan kalian. Syariat yang hakiki adalah, hendaklah kalian menebar kasih sayang, pemaaf, dan cinta.

Terdapat banyak binatang-binatang buas di hutan. Binatang-binatang itu mencintai diri mereka sendiri. Mereka bermusuhan dan saling membunuh demi makanan dan minuman. Mereka memberikan makan kepada anak-anaknya. Perbedaan antara manu-sia dan binatang adalah perbedaan pada tingkat cinta. Hewan tidak akan mampu melampui derajat cintanya kepada makhluk yang lain. Atau dengan kata lain, hewan tidak dapat membagi cintanya kepada jenis yang lain. Sedangkan manusia mampu melakukan hal itu. Di situlah manusia mampu dapat mencapai kemuliaannya dan kemanusiaannya. Al-Masih memberitahu kaumnya bahwa manusia tidak akan menjadi manusia sempurna kecuali setelah ia mencintai orang lain sebagaimana ia mendntai dirinya sendiri.

“Aku mendengar bahwa dikatakan, hendaklah engkau mencintai orang yang dekat denganmu dan membenci musuhmu, sedangkan aku berkata kepada kalian, cintailah musuh kalian dan doakanlah orang yang melaknati kalian. Berbuat baiklah kepada pembenci kalian dan salatlah untuk orang-orang berbuat buruk kepada kalian.” (Injil Mata).

Dakwah Nabi Isa datang dan menghapus syariat Nabi Musa dalam bentuk eksternal. Jika kita berusaha membandingkan dua syariat tersebut dalam bentuk yang sederhana, maka pada hakikat-nya dakwah Nabi Isa bertujuan untuk menghapus bid’ah yang dilakukan oleh kaum Farisiun dan Shaduqiun terhadap syariat Nabi Musa dan menunjukkan hakikat syariat ini dan tujuan-tujuannya yang tinggi. Di tengah-tengah masa materialisme yang sangat luar biasa dan dunia dipenuhi dengan penyembahan terhadap emas dan tersebarnya berbagai macam kejahatan, munculah dakwah al-Masih sebagai reaksi ideal yang menunjukkan ketinggian dan kesucian. Al-Masih mengetahui bahwa ia mengajak manusia untuk menciptakan perilaku ideal dalam kehidupan; Al-Masih menyadari bahwa dakwahnya penuh dengan idealisme tetapi idealisme ini sendiri pada saat yang sama merupakan solusi satu-satunya untuk mengobati kehidupan dari kesengsaraan dan penyakit-penyakit menular; Al-Masih mengetahui bahwa tidak semua manusia tidak mampu untuk mencapai puncak yang diisyaratkannya. Tetapi paling tidak, hendaklah setiap orang berusaha sedikit mendaki sehingga ia selamat.

Dakwah Nabi Isa terdiri dari kesudan yang mengagumkan; dakwah Nabi Isa bertujuan untuk menyelamatkan ruh atau dakwah yang dapat dianggap sebagai pedoman perilaku individu, bukan suatu system perincian-perincian tersebut dan hanya memfokuskan kepada sumber utama, yaitu ruh. Isa ingin raenghidupkan ruhani manusia dan membimbingnya untuk mencapai cahaya Sang Pencipta. Oleh karena itu, Isa datang dengan didukung oleh ruhul kudus. Ruhul kudus adalah Jibril. Kita tidak mengetahui bagaimana Allah SWT memperkuat Isa dengan Ruh Kudus: apakah Jibril menemaninya dan menyertainya sepanjang pengutusannya? Jibril turun kepada nabi untuk menyampaikan risalah atau membawa mukjizat atau justru mendatangkan hukuman atas kaumnya, tetapi ia tidak bersama mereka sepanjang waktu. Oleh karena itu, apakah memang Jibril menemani Isa sehingga beliau diangkat ke langit?

Hampir saja hati menjadi tenang dengan tafsiran ini karena dalam kehidupan Nabi Isa terdapat sisi-sisi malaikat di mana beliau mempunyai kemampuan yang luar biasa yang berupa mukjizat-mukjizat. Bahkan kemampuan beliau sampai pada batas menghidupkan orang-orang mati dengan izin Allah SWT. Begitu juga, beliau memiliki kemampuan yang luar biasa di mana beliau dengan hanya meniupkan pada suatu tanah, maka tanah itu terbentuk menjadi burung dan ia terbang dengan izin Allah SWT. Selain itu, Nabi Isa sama sekali tidak mendekati wanita sepanjang hidupnya sehingga beliau diangkat oleh Allah SWT. Beliau tidak menikah. Ini juga sifat malaikat di mana kita saksikan bahwa sebagian para nabi yang diutus oleh Allah SWT dan memiliki beberapa wanita bahkan kitab-kitab Yahudi menyebutkan bahwa jumlah istri-istri nabi mereka Sulaiman misalnya, mencapai seribu wanita.

Isa hidup dalam keadaan tenggelam dalam ibadah seperti anak dari bibinya, yaitu Yahya. Jika Yahya khusuk beribadah dan tinggal di gunung dan gurun bahkan dia menginap di gua, maka hal itu adalah hal yang alami baginya, sedangkan Isa hidup justru di tengah-tengah masyarakat kota. Persoalannya adalah, bukan hanya Isa tidak terkait hubungan dengan seorang wanita dan bukan hanya mukjizat-mukjizat yang diperolehnya yang luar biasa yang berhubungan dengan ruh, tetapi yang lebih dari itu adalah, bahwa beliau didukung oleh ruhul kudus sepanjang masa dakwahnya. Tentu itu adalah nikmat yang tak seorang pun dari para nabi sebelumnya diberi. Allah SWT berfirman:

“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: ‘Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan roh kudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat, dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: ‘Ini tidak lain hanya sehir yang nyata.’ Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: ‘Berimanlah kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka nienjawab: ‘Kami telah beiiman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu).’” (QS. al-Maidah: 110-111)

Ayat-ayat tersebut menyebutkan lima mukjizat Nabi Isa. Pertama, bahwa beliau mampu berbicara dengan manusia saat beliau masih di buaian. Kedua, beliau diajari Taurat dan Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa telah tersembunyi dan telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh orang-orang cerdik dari kaum Yahudi. Ketiga, beliau membentuk tanah seperti burung kemudian meniupkannya lalu tanah itu menjadi burung. Keempat, beliau mampu menghidupkan orang-orang yang mati. Kelima, beliau mampu menyembuhkan orang yang buta dan orang yang belang. 

Terdapat mukjizat yang keenam yang disebutkan dalam Al-Qur’an al-Karim:
“(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?’ Isa menjawab: ‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orangyang beriman.’ 

Mereka berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.’ Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.’ A

llah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku ahan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.’” (QS. al-Maidah: 112-115)

Mukjizat yang keenam itu adalah turunnya makanan dari langit karena permintaan Hawariyin. Juga terdapat mukjizat yang ketujuh yang terdapat surah Ali ‘Imran yaitu beliau diberi kemampuan melihat hal-hal yang gaib melalui panca inderanya meskipun beliau tidak menyaksikannya secara langsung. Oleh karena itu, beliau memberitahu kepada sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya apa yang mereka makan dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka:

“Dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu benar-benar beriman.” (QS. Ali ‘Imran:: 49)

Inilah mukjizat Nabi Isa yang ketujuh yang didahului oleh mukjizat kelahirannya yang sangat mengagumkan. Beliau lahir tanpa seorang ayah, lalu diikuti mukjizat berikutnya di mana beliau diangkat dari bumi ke langit ketika 

penguasa yang lalim berusaha menyalibnya. Barangkali pembaca akan bertanya-tanya: mengapa mukjizat-mukjizat seperti ini diperoleh oleh Nabi Isa? Kita mengetahui bahwa mukjizat adalah hal yang luar biasa yang Allah SWT berikan kepada nabi-Nya. Tetapi pemberian itu menjadi sempuma jika mukjizat itu disesuaikan dengan keadaan zaman diutusnya nabi tersebut sehingga mukjizat itu sangat berpengaruh dalam jiwa kaum dan mampu menggoncangkan hati mereka dan menjadikan mereka berimana kepada pemilik mukjizat ini. Jadi, mukjizat menjadi suatu hal yang luar biasa. Oleh karena itu, Allah SWT berkehendak agar mukjizat ini sesuai dengan zaman diutusnya nabi tersebut.

Jadi, setiap mukjizat yang dibawa oleh rasul selalu berlain-lainan. Nabi Saleh diutus di tengah-tengah kaum yang melihat bagaimana seekor unta yang melahirkan dari gunung atau mampu membelah batu-batuan gunung. Sedangkan Nabi Musa diutus di tengah-tengah kaum yang gemar memainkan sihir sehingga sihir mendapat tempat istimewa. Oleh karena itu, mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa bentuk lahirnya seakan-akan menyerupai sihir, tetapi pada hakikatnya ia justru menjatuhkan sihir. Mukjizat itu berupa tongkat yang menjadi ular dan kemudian ular itu memakan tongkat-tongkat para tukang sihir.

Lain halnya dengan Nabi Isa, beliau diutus di tengah-tengah kaum materialis yang mengingkari ruh dan hari kebangkitan. Mereka menduga bahwa manusia hanya sekadar tubuh tanpa ruh. Mereka adalah kaum yang meyakini bahwa darah makhluk adalah ruhnya atau jiwanya. Taurat yang ada di tangan Yahudi menyebutkan bahwa tafsir an-Nafst adalah darah. Disebutkan di dalamnya:“Janganlah engkau memakan darah dari tubuh manusia karena jiwa setiap tubuh adalah darahnya. “

Nabi Isa diutus di tengah-tengah kaum yang mereka disesatkan oleh falsafah yang dasarnya mengatakan bahwa penciptaan alam memiliki sumber pertama, seperti sebab dari akibat. Jadi, alam memiliki wujud yang mendahuluinya. Di tengah-tengah masa yang niaterialis ini, di mana ruh diingkari, maka secara logis mukjizat Nabi Isa terkait dengan usaha menunjukkan alam ruhani. Demikianlah Isa dilahirkan tanpa seorang ayah. Mukjizat ini cukup untuk membungkam kaum yang mengatakan bahwa alam memiliki sumber pertama. Jelas bahwa alam tidak memiliki wujud yang mendahuluinya. Kita berada di hadapan Sang Pencipta yang mengadakan sistem bagi segala sesuatu dan menjadikan sebab bagi segala sesuatu. Dia menjadikan proses kelahiran anak berasal dari hubungan laki-laki dan wanita, tetapi Pencipta ini sendiri menciptakan sebab-sebab dan sebab-sebab itu tunduk kepadanya sedangkan Dia tidak tunduk kepada sebab-sebab itu. Dengan kehendak-Nya yang bebas, Dia mampu memerintahkan kelahiran anak tanpa melalui ayah sehingga anak itu lahir. Dan, kelahiran Isa pun terjadi tanpa seorang ayah. Cukup ditiupkan ruh kepadanya:

“Lalu Kami tiupkan ke dalamnya (tubuhnya) roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah)  yang besar bagi semesta alam. ” (QS. al-Anbiya’: 91)

Kelahiran Isa membawa mukjizat yang luar biasa yang menegaskan dua hal: pertama, kebebasan kehendak Ilahi dan ketidak terkaitannya dengan sebab karena Dia adalah Pencipta sebab-sebab, kedua pentingnya ruh dan menjelaskan kedudukannya serta nilainya di antara kaum yang hanya mementingkan fisik sehingga mereka mengingkari ruh. Seandainya kita mengamati sebagian besar mukjizat Nabi Isa, maka kita akan melihatnya dan mendukung pandangan tersebut. Misalnya, mukjizat Nabi Isa yang mampu membentuk tanah seperti burung lalu beliau meniupkannya sehingga tanah itu menjadi burung. Mukjizat ini pun menguatkan adanya ruh. Semula ia berupa tanah yang bersifat fisik yang tidak dapat disifati dengan kehidupan tetapi ketika Nabi Isa meniupnya, maka segenggam tanah itu menjadi burung yang memiliki kehidupan, Sungguh sesuatu yang bukan fisik masuk ke dalamnya. Sesuatu itu adalah ruh. Ruh itu masuk ke dalam tanah sehingga ia menjadi burung. Jadi, ruh adalah nilai yang hakiki, bukan jasad atau fisik. Di samping itu, juga ada mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati. Bukankah ini juga menunjukkan adanya ruh dan adanya hari akhir atau hari kebangkitan. Orang yang mati telah ditelan oleh bumi di mana anggota tubuhnya telah hancur berantakan sehingga ia hampir menjadi tulang-belulang yang hancur lalu al-Masih memanggilnya dan tiba-tiba dia hidup kembali dan bangkit dari kematiannya.

Seandainya orang yang mati hanya berupa fisik sebagaimana dikatakan orang-orang Yahudi, maka ia tidak akan mampu bangkit dari kematiannya karena fisiknya telah hancur tetapi mayit itu mampu bangkit dari kematian. Jasadnya kembali hidup dan ia bangkit dari kuburannya serta berbicara. Jadi, ruh adalah nilai yang hakild. bukan fisik atau jasad. Kalau begitu, di sana terdapat hari kebangkitan dan hari kiamat. Hal ini bukanlah mustahil sebagaimana yang dikatakan orang-orang Yahudi, karena setelah kematian jasad menjadi tanah yang berterbangan di udara. Itu bukan mustahil tetapi mungkin-mungkin saja. Dalil dari hal itu adalah, kebangkitan orang-orang yang telah mati di hadapan mata kepala mereka sendiri. Nabi Isa telah menghidupkan mereka agar kaumya vakin bahwa kiamat fisik akan terjadi dari kematian dan itu adalah benar dan bahwa hari akhir adalah benar.

Juga terdapat mukjizat yang lain, yaitu beliau mampu memberi tahu kaumnya tentang apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka, tanpa terlebih dahulu beliau masuk ke rumah mereka atau dapat bocoran dari seseorang. 

Mukjizat ini menetapkan bahwa panca indera bukanlah nilai yang hakiki. Nabi Isa tidak melihat apa yang ada di rumah mereka tetapi ruhnya mampu untuk melihat dan berbicara atau memberitahu mereka. Jadi, ruhani adalah nilai yang hakiki, bukan fisik. Demikianlah mukjizat-mukjizat Isa datang untuk memberitahukan pentingnya ruh dan kebebasan kehendak Ilahi. Mukjizat-mukjizat Nabi Isa sebagaimana dikatakan oleh guru kami Muhammad Abu Zahra’ termasuk dari jenis propagandanya dan sesuai dengan tujuan risalahnya, yaitu dakwah untuk mendidik ruhani dan  keimanan kepada hari kebangkitan dan hari kemudian, dan di sana ada kehidupan lain di mana seseorang yang berbuat  baik akan dibalas kebaikannya dan orang yang berbuat buruk akan dibalas keburukannya.

Lalu, apakah mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati masih memberikan celah kepada para pengingkar akhirat untuk terus mengingkarinya atau memberikan ruangan kepada penentang hari kebangkitan untuk meneruskan penentangannya? Kami telah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi telah diracuni dengan pikiran ketidakpercayaan atau penentangan pada hari akhirat serta tidak beriman kepada hari akhir, maka menghidupkan orang-orang yang mati yang dibawa atau dikuasai oleh Isa menjadi suatu pukulan telak bagi mereka yang membuat mereka beriman, tetapi mereka masih menentang tanda-tanda kebesaran Allah.

Nabi Isa menutup lembaran kehidupannya yang lembut dan dan ia mulai berdakwah di jalan Allah. Beliau didukung oleh ruhul kudusdan mukjizat-mukjizat yang luar biasa. Al-Qur’an al-Karim menceritakan kepada kita bahwa esensi dakwah al-Masih tidak banyak berubah dari esensi dakwah para nabi sebelumnya, yaitu menyuarakan Islam yang intinya adalah menebarkan tauhid yang sempurna hanya serta menyerahkan diri kepada Allah: 

“Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian.”

Al-Qur’an memberitahu kita bahwa yang mengatakan kalimat tersebut adalah Isa. Kalimat tersebut adalah kalimat yang sama yang pernah disampaikan seluruh nabi, meskipun nama mereka, sifat mereka, mukjizat mereka, baju mereka, bahasa mereka, usia mereka, bentuk mereka, dan warna kulit mereka tidak sama. Mereka semua bersepakat untuk menyuarakan Islam dan hanya menyerahkan diri kepada Allah SWT serta beriman bahwa Allah SWT adalah Tuhan mereka dan Tuhan alam semesta. Tiada sekutu bagi-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya. Dia Maha Esa yang tidak beranak 

dan tidak diperanakkan dan tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.
Isa tidak mengatakan persoalan tauhid lebih banyak atau lebih sedikit dari apa yang pemah disampaikan oleh para nabi. Al-Qur’an datang kira-kira setelah lima ratus tahun dari pengangkatan Nabi Isa. Allah SWT, melalui ilmu-Nya yang azali mengetahui apa yang terjadi di tengah-tengah kaum Masehi di mana mereka berselisih tentang hakikat Isa. Oleh karena itu, Al-Qur’an al-Karim berusaha menyingkap dialog mereka yang belum terjadi. Allah SWT  berfirman:

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu."  (QS. al-Maidah: 116-117)

Al-Qur’an secara tegas mengatakan bahwa dakwah al-Masih adalah dakwah tauhid. Al-Qur’an ingin mengatakan bahwa al-Masih terlepas dari segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya, yaitu tuduhan bahwa ia anak Tuhan atau ia justru tuhan itu sendiri. “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahluh Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu.” 

Nabi Isa pergi berdakwah di jalan Allah SMT. Inti dakwahnya adalah, bahwa tidak ada perantara antara Pencipta dan makhluk; tidak ada perantara antara seorang penyembah dan yang disembah. Allah SWT menurunkan kitab Injil kepada Nabi Isa. Ia adalah kitab suci yang datang untuk membenarkan Taurat dan berusaha menghidupkan syariatnya yang pertama. Injil adalah cahaya, petunjuk, dan peringatan bagi orang-orang yang bertakwa. Nabi Isa ingin meluruskan tafsiran orang-orang Yahudi terhadap syariat di mana mereka menyampaikan tafsir dari syariat itu secara harfiah dan sesuai dengan kepentingan mereka. Nabi Isa menenangkan orang-orang yang yang menjaga syariat bahwa ia tidak datang untuk menghilangkan syariat, tetapi ia datang untuk menyempurnakannya dan menyelesaikan tugas para nabi. 

Namun Isa lebih menekankan pada penafsiran esensinya, bukan kepada bentuk lahiriahnya. Nabi Isa memberi pengertian kepada orang-orang Yahudi bahwa sepuluh wasiat yang dibawa oleh Isa mengandung makna-makna yang lebih dalam dari apa yang mereka bayangkan. Wasiat yang keenam bukan hanya melarang pembunuhan materi, sebagaimana yang mereka pahami tetapi juga menyangkut penindasan dan usaha rnencelakakan orang lain. 

Sedangkan wasiat yang ketujuh bukan hanya melarang zina (dalam pengertian terjadinya hubungan antara laki-laki dengan perempuan melalui cara-cara yang tidak sah), tetapi zina berarti segala bentuk perbuatan yang menjurus kepada dosa. Misalnya, ketika mata diarahkan kepada lawan jenis disertai syahwat dan hasrat seksual, maka itu pun berarti zina. Nabi Isa berkata: “Sesungguhnya lebih baik bagi manusia untuk menghindarkan matanya dari sesuatu yang dapat menghancurkannya daripada ia harus hancur dengan mata itu sendiri. Syariat yang dibawa oleh Isa melarang untuk melanggar sumpah dan janji Nabi Isa memberi pengertian kepada kaumnya bahwa hendaklah mereka tidak melakukan sumpah palsu karena merupakan “kesalahan besar jika nama Allah dibuat main-main di atas mulut-mulut manusia.” (Injil Mata 21 sampai 48).

Dakwah Nabi Isa juga berbenturan dengan arus materialisme yang sangat mendominasi masyarakat saat itu. Oleh karena itu, beliau mengingatkan manusia dari perbuatan munaflk, pamrih, tamak, dan gila pujian. Begitu juga beliau mengingatkan mereka dari sifat rakus terhadap kekayaan dunia; beliau mengingatkan agar jangan sampai mereka menimbun harta di dunia. Yakni, hendak lah mereka tidak memfokuskan perhatian mereka pada urusan-urusan duniawi semata yang sifatnya tidak abadi. Tetapi hendaklah rnereka memfokuskan perhatian mereka pada hal-hal yang bersifat samawi (ukhrawi) karena itu bersifat abadi.

Nabi Isa memberitahu kepada masyarakatnya agar mereka menjadi orang-orang yang teliti saat memilih gaya hidup mereka karena pada gilirannya akal mereka akan menjadi cermin darinya. Kecenderungan manusia itu terkait kuat dengan hatinya. Jika hati tertuju kepada cahaya langit, maka kehidupan manusia akan tampak bersinar tetapi jika hati tertuju pada kegelapan dunia, maka kehidupannya pun tampak gelap. Nabi Isa mengingatkan kaumnya dari sikap pamrih dan cinta dunia. Beliau mengajak mereka untuk teliti dalam memilih majikan yang mereka mengabdi kepadanya karena manusia tidak dapat mengabdi kepada dua majikan dalam satu waktu. Boleh jadi ia akan menjadikan harta sebagai majikannya, atau boleh jadi ia akan menjadikan Allah SWT sebagai tuannya. Jika ia menyembah harta, maka berarti ia jauh dari penyembahan terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, hendaklah manusia menjauhi dunia, seperti makanan dan pakaian di mana mereka akan dikuasai oleh kegelisahan dan ketidaktenangan serta keraguan tentang penjagaan Allah SWT kepada mereka. Allah SWT telah berjanji untuk memenuhi kebutuhan hamba-hamba-Nya dalam kehidupan. Ketika timbul kegelisahan dan keraguan pada diri mereka, maka itu dikarenakan keraguan mereka terhadap penjagaan Allah SWT dan ketidakpercayaan mereka kepada janji-janjinya dan rahmat-Nya serta bimbingan-Nya. Allah SWT-lah yang menciptakan mereka dan Dia pula yang menjamin kehidupan mereka dan melindungi mereka. Bahkan Dia juga melindungi makhluk yang paling kecil urusannya seperti burung di langit dan kumbang-kumbang di kebun.

Nabi Isa memberitahu kaumnya bahwa hanya memperhatikan dunia adalah hal yang salah, yang tidak pantas dilakukan oleh orang-orang yang beragama. Itu adalah sikap para penyembah berhala karena penyembah berhala tidak mengetahui apa yang lebih baik darinya, sedangkan orang-orang yang beragama mengetahui bahwa di sana terdapat bimbingan Ilahi yang mengajak mereka untuk percaya kepada Allah SWT dan tidak begitu peduli dengan dunia. Allah SWT mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka lebih daripada apa yang mereka ketahui; Allah SWT akan melindungi mereka dan akan menjamin kehidupan mereka. Karena itu, yang layak bagi mereka adalah, hendaklah mereka memohon agar diberi kekuasaan Allah SWT dan kebaikan dari-Nya. Yakni kehidupan ruhani dan apa yang dikandungnya dari
kebahagiaan abadi.

Di samping itu, Nabi Isa menasihati mereka agar jangan terlalu pusing dengan kejadian-kejadian yang akan datang dan persoalan-persoalan esok hari karena esok hari sudah berjalan sebagaimana mestinya. Jika kebutuhan dan penderitaan datang silih berganti, maka bantuan dan perlindungan Ilahi pun terus datang silih berganti. Dakwah Nabi Isa juga berbenturan dengan dualisme yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Kita saksikan sebagaimana mereka suka mendapatkan kebaikan yang ditujukan kepada diri mereka, maka mereka pun biasa untuk melakukan kejahatan kepada orang-orang lain. Demikianlah, kehidupan orang-orang Yahudi dicemari sikap dualisme ini. Nabi Isa mewasiatkan kepada manusia agar mereka memperlakukan sesama mereka sesuai dengan akidah yang mengatakan: 

“Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau memperlakukan dirimu sendiri”




BERSAMBUNG... Baca lanjutan kisahnya DISINI

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KISAH NABI ISA AS #3"

Post a Comment