Ma !
Bukan maut yang menggetarkan hatiku
Tetapi hidup yang tidak hidup karena kehilangan daya dan kehilangan fitrahnya
Ada malam-malam panjang aku menyusuri lorong panjang tanpa tujuan kemana-mana
Hawa dingin masuk ke badanku yang hampa padahal angin tidak ada
Bintang-bintang menjadi kunang-kunang yang lebih menekankan hadirnya kegelapan
Tidak ada pikiran tidaka ada perasaan tidak ada suatu apa
Hidup memang fana Ma
Tetapi keadaan takberdaya membuat diriku tidak ada
Kadang-kadang aku merasa terbang ke belantara dijauhi ayah bunda
Dan ditolak para tetangga atau aku terlantar di pasar
aku berbicara tetapi orang-orang tidak mendengar
Mereka merobek-robek buku dan mentertawakan cita-cita
Aku marah aku takut aku gemetar namun gagal menyusun bahasa
Hidup memang fana Ma
Itu gampang aku terima
tetapi duduk menekuk lutut sendirian di sabana
membuat hidupku tak ada harganya
Kadang-kadang aku merasa ditarik-tarik orang kesana kemari
mulut berbusa sekedar karena tertawa
hidup cemar karena basa-basi
dan orang-orang mengisi waktu dengan pertengkaran edan yang tanpa persoalan atau percintaan
tanpa asmara dan senggama yang tidak selesai
Hidup memang fana tentu saja Ma
Tetapi akrobat pemikiran dan kepalsuan yang dikelola mengacaukan isi perutku
lalu mendorong aku menjerit-jerit sambil tertawa kenapa
Rasanya setelah mati berpulangkan tak ada lagi yang mengagetkan di dalam hidup ini
Tetapi Ma setiap kali menyadari adanya kamu di dalam hidupku ini
aku merasa jalannya arus darah di sekujur tubuhku kelenjar-kelenjarku bekerja
sukmaku menyanyi dunia hadir
cicak di tembok berbunyi
tukang kebun kedengaran berbicara kepada putranya
hidup menjadi nyata
fitrahku kembali
Mengingat kamu Ma
adalah mengingat kuwajiban sehari-hari
keserhanaan bahasa prosa
keindahan puisi-puisi
kita selalu asyik bertukar pikiran ya mak
masing-masing pihak punya cita-cita
masing-masing pihak punya kuwajiban yang nyata
Hai Ma
apakah kamu ingat aku peluk kamu diatas perahu
ketika kamu sakit dan aku tenangkan kamu dengan ciuman-ciuman di lehermu
Masya Allah aku selalu kesengsem pada bau kulitmu
ingatkah waktu itu aku berkata
kiamat boleh tiba hidupku penuh makna
haahaawah
aku memang tidak rugi ketemu kamu di hidup ini
dan apabila aku menulis sajak
aku juga merasa bahwa kemarin dan esok adalah hari ini
bencana dan keberuntumgan sama saja
langit di luar langit di badan bersatu dalam jiwa
sudah ya Ma!
WS Rendra
Jakarta, Juli 92